
Isupublik.com, Batam – Persoalan Lahan Dam Baloi atau yang sering disebut Baloi Kolam tak kunjung selesai, sering kali tejadi kerusuhan dan kontak fisik dalam penyelesaian lahan yang sudah dihuni masyarakat puluhan tahun tersebut.
Lahan yang luasnya 119,6 hektare yang terletak di kecamatan Batam Kota ini dulunya adalah hutan lindung yang sudah dialihfungsikan pada 30 Desember 2010.
Alihfungsi hutan lindung Dam Baloi ini ditandai terbitnya dua Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) yakni No. 724/menhut-II/2010 tentang Penetapan ke Hutan Lindung Tembesi seluas 838,8 hektare, dan SK No. 725/menhut-II/2010 tentang pelepasan kawasan Hutan Lindung Dam Baloi seluas 119,6 hektare.
Surat Keputusan (SK) Menhut itu diserahkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada masa itu kepada Walikota Batam yang saat itu dijabat Ahmad Dahlan, dan Ketua Otorita Batam yang sekarang berganti nama Badan Pengusahaan (BP) Batam yang masih dijabat Mustofa Widjaja, pada 25 April 2010 di Gedung Graha Kepri.
Polemik yang tak kunjung selesai terkait adanya 12 Perusahaan yang sudah membayar UWTO Selama 30 tahun, gabungan 12 perusahaan untuk pengembangkan Kawasan Dam Baloi menjadi Kawasan bisnis dan jasa dengan konsep Land Mark Kota Batam.
Pasalnya, 12 Perusahaan yang sudah memiliki PL di lahan seluas 119,6 hektare itu tidak punya hak untuk melanjutkan pengelolaan Dam Baloi atau Baloi Kolam, hal ini dikarenakan BP Batam tidak bisa memberikan Surat Keputusan (SKEP) dan Surat Perjanjian (SPJ) pengelolaan Baloi Kolam, karena masih ada Aset Negara berupa Dam yang mana milik Kementerian Keuangan.
Diakhir masa jabatan Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro mengatakan dengan tegas, kalau SKEP dan SPJ untuk lahan Dam Baloi tidak pernah diberikan kepada perusahaan manapun.
“Terkait lahan Dam Baloi, skep dan spj itu kan saya yang harus tandatangani, dan perlu saya tegaskan, sampai hari ini saya belum ada tandatangan,”tegas Hatanto saat jumpa Pers di Aula Marketing Centre pada, Rabu (18/10/2017) yang lalu.
Hal senada juga disampaikan Deputi III BP Batam RC Eko Santoso Budianto saat itu mengatakan, Menurut Opini Hukum Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun), pengalokasian lahan Dam Baloi yang dulu itu tidak sah dan secara otomatis dikembalikan ke BP Batam.
Dalam Komprensi Pers itu, Eko juga mengatakan, BP Batam sudah sering kali menghubungi perusahaan untuk mengirimkan rekening mereka, agar uangnya kita kembalikan, namun pihak mereka menolak untuk dikembalikan.
“Menurut Opini Hukum dari Jamdatun, itu pengalokasian yang dilakukan dulu itu tidak sah, berarti dengan sendirinya batal, mustinya kembali ke BP Batam dan uangnya dikembalikan, namun mereka (perusahaan) menolak untuk kita kembalikan,”ujar Eko.Eko juga sangat menyayangkan banyaknya Pihak-pihak yang mengaku pemilik lahan di Baloi Kolam, seharusnya kalau dialokasikan harus dibuat dulu masterplannya.
“Orang boleh aja mengaku pemilik lahan, saya juga boleh ngaku kalau Monas milik saya,”kata Eko dengan nada menyindir. (Bond)